( resensi new film ) Keramat, Alami Mirip Reality Show

FILM horor Indonesia kerap kali mendapat tanggapan miring. Ide cerita yang tak jauh beda, bahkan tak jarang mengumbar adegan syur membuat orang jenuh. Tapi film horor yang satu ini menampilkan sesuatu yang beda.

Film Keramat bercerita tentang
sebuah tim produksi film yang melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Bantul, Yogyakarta. Kru yang berangkat adalah sang sutradara Mia (Miea Kusuma), asisten sutradara Sadha (Sadha Triyudha), unit produksi Brama (Brama Sutasara), dan line producer Dimas (Dimas Projosujadi).
Dua pemeran utama Migi (Migi Parahita) dan Diaz (Diaz Ardiawan) ikut serta dalam perjalanan ini. Sementara tim behind the scene yang diketuai Poppy (Poppy Sovia) mendokumentasikan persiapan produksi film tersebut.

Tibalah mereka di sebuah desa di Yogyakarta. Mereka sepertinya tak sadar jika tempat yang mereka huni merupakan tempat yang dikeramatkan.

Perilaku anak muda kota besar yang mereka bawa mengusik penghuni yang ada di lokasi keramat itu. Karena merasa tak ada yang aneh, mereka pun berperilaku layaknya biasa. Hal yang tabu dan pantangan tanpa mereka sadari, dilakukan.

Mereka pun mendapat hukuman dengan mengalami kejadian seram. Puncaknya ketika Migi dimasuki roh halus. Mendapat jalan buntu, mereka meminta bantuan seorang paranormal untuk mengusir roh halus dari tubuh Migi.

Setelah berhasil mengusir roh halus dalam tubuh Migi, mereka lupa dengan meninggalkan Migi sendiri di kamar. Alhasil, Migi menghilang dibawa makhluk halus yang tadi sempat merasuki dirinya.

Kebingungan bercampur rasa takut hinggap pada tim produksi film ini. Belum lagi ditambah ulah Mia yang ngotot menginginkan mencari pemeran utama baru ketimbang mencari Migi.

Mia harus mengalah kepada kehendak timnya yang lain. Paranormal membimbing para kru film mencari Migi ke tempat-tempat yang dianggap angker seperti Parangtritis, Candi Boko, dan sebuah hutan angker di dekat Candi Boko.

Di dalam hutan inilah satu per satu dari mereka menghilang dengan cara yang yang tidak lazim. Migi akhirnya berhasil ditemukan. Namun sayang, hanya Sadha, Poppy dan Migi yang tersisa dan berhasil meninggalkan hutan. Kepergian mereka bertiga menjadi awal terjadinya gempa bumi.

Ada yang menarik dalam pengambilan gambar di film ini. Sang sutradara Monty Tiwa berusaha menampilkan format yang berbeda dengan film horor yang pernah ada.

Monty menampilkan ketegangan yang terlihat alami layaknya adegan reality show. Karena mendapat ide dari tayangan reality show itu pula Monty sengaja membuat film ini tanpa skrip.

Banyak yang menyebut teknik pengambilan gambar di film ini subjektif kamera. Subjektif kamera adalah pengambilan gambar menggunakan sudut pandang sang pemain. Di film ini sendiri sudut pandang film meminjam mata seorang kameraman bernama Cungkring yang bertugas membuat behind the scene film.

Penonton akan dibawa pada kejadian menyeramkan yang dialami para pemain di film ini. Film ini sepertinya ingin menghapus batas-batas yang biasanya memisahkan penonton dan pelaku film. Kita akan dibawa ikut melangkah ke dalam alam mistis yang dihadirkan dalam film ini.

Tapi bersiaplah untuk sedikit pusing bahkan terasa mual jika menonton film ini karena gambar yang dihasilkan selalu bergerak cepat. Kamera tidak berdiri dengan stabil dan berpindah obyek dengan cepat mengikuti arah pandang sang kameraman. Meski begitu, ini tak mengganggu jalan cerita. Justru membuat kita seperti terlibat di dalamnya.

Gaya pengambilan film seperti ini tentu hal baru di dunia perfilman Indonesia. Di luar negeri sendiri teknik serupa bisa kita jumpai dalam film Rec atau Cloverfield, meski berbeda genre.

Dibandingkan film horor lain di Indonesia, film ini bisa dibilang minim penampakan makhluk halus. Bahkan tak ada efek suara yang mengiringi kejadian menyeramkan di film berdurasi 82 menit ini.

Jika di film horor lain wajah hantu ditampilkan sevulgar mungkin untuk memberi rasa takut kepada penonton, maka hal seperti itu tak akan kita temui di film ini. Maklum saja, sang pembawa kamera tentu tak mungkin menyorot wajah hantu berlama-lama karena takut.

Meski mayoritas pemain di film ini merupakan wajah baru, mereka sukses memerankan peran masing-masing. Mereka berhasil merangkai konflik di film yang dirilis mulai 3 September 2009 ini.

Pesan dalam film inipun seperti dekat dengan kehidupan kita. Menghilangnya para kru film tak lepas dari perilaku mereka sendiri. Cara menghilang mereka sepertinya menyimbolkan bahwa sifat tamak dan individualisme akan berbuah petaka.

Brama terjatuh saat hendak mengambil sebuah batu bercahaya yang memukau hatinya. Diaz menghilang karena memilih menemani wanita cantik daripada ikut bersama temannya yang lain. Sedangkan, kaki Mia patah saat memilih pergi sendiri tanpa menghiraukan temannya. Hanya manusia berhati bersihlah yang akan berhasil melewati semua ujian hidup.

Tak hanya itu, film yang mengambil latar belakang gempa bumi di Yogyakarta beberapa tahun yang lalu ini juga memiliki pesan agar kita menghargai alam sekitar.

Saat Migi kerasukan roh halus, ada pesan yang disampaikan makhlus halus melalui bahasa Jawa. Pesannya adalah alam marah karena dirusak manusia. Tanpa harus dikaitkan dengan hal mistis, kita memang harus menjaga alam yang kita miliki. Bukan merusaknya.

Pemain :
Poppy Sovia
Migi Parahita
Sadha Triyudha
Miea Kusuma
Dimas Projosujadi
Diaz Ardiawan
Brama Sutasara

Sutradara
Monty Tiwa

Produksi
Starvision Plus

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "( resensi new film ) Keramat, Alami Mirip Reality Show"

Posting Komentar